URINALISIS

FISIOLOGI HEWAN
URINALISIS

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Sistem eksresi adalah proses pengeluaran zat-zat sisa hasil metabolisme yang sudah tidak digunakan lagi oleh tubuh. Sedangkan kebalikan dari sistem ini adalah sistem sekresi yaitu proses pengeluaran zat-zat yang berguna bagi tubuh. Alat-alat ekskresi manusia berupa ginjal, kulit, hati, paru-paru dan colon (Alvyanto, 2012).
Tubuh manusia senantiasa melakukan proses metabolisme. Selain menghasilkan energi, metabolisme pada tubuh manusia juga menghasilkan berbagai macam zat sisa seperti karbondioksida (CO2), air (H2O), amoniak (NH3) dan urea. Zat-zat sisa metabolisme tersebut harus dikeluarkan dari tubuh karena sudah tidak berguna lagi dan bersifat racun yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.
Salah satu organ ekskresi pada manusia adalah ginjal Organ tersebut merupakan bagian dari sistem ekskresipada manusia yang berfungsi untuk mengeluarkan semua zat sisa metabolisme yang sudah tidak berguna lagi bagi tubuh dalam bentuk urin (Iwak, 2012).
Berdasarkan uraian singkat di atas, maka dipandang perlu untuk mengkaji lebih dalam dengan melakukan percobaan urinasi.

B. Tujuan
            Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui sifat-sifat urin, dan kandungan zat terlarut dalam urin.

C. Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah praktikan mampu mengetahui sifat-sifat urin, dan kandungan zat terlarut dalam urin.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Terdapat sepasang ginjal di dalam tubuh manusia, terletak disebelah kiri dan kanan ruas tulang pinggang di dalam rongga perut. Letak ginjal kiri lebih tinggi daripada ginjal kanan, karena di atas ginjal kanan terdapat hati yang banyak mengambil ruang (Alvyanto, 2012).
Ginjal berfungsi untuk menyaring zat-zat sisa yang terkandung dalam darah dan membuangnya bersama urin. Ginjal terdiri dari tiga bagian yaitu korteks, medula, dan pelvis. Pada bagian korteks terdapat badan malpighi yang berfungsi menyaring darah. Di bagian medula terdapat piramida ginjal yang berfungsi sebagai saluran pengumpul urin. Urin hasil penyaringan badan malpighi akan dialirkan untuk ditampung di pelvis. Urin ini kemudian dialirkan lagi ke kandung kemih melalui ureter. Air urin ini kemudian dibuang dari tubuh melalui saluan uretra (Iwak, 2012).
Ginjal manusia merupakan dua organ berbentuk kacang merah, masing-masing berukuran kepalan tangan yang tertutup. Adanya di dinding tubuh dorsal di kedua sisi tulang belakang. Walau berat total ginjal itu hanya 0,5% berat tubuh, namun ginjal menerima kiriman darah yang luar biasa kayanya. Dua puluh sampai dua puluh lima persen darah itu yang dipompa oleh jantung setiap menit mengalir melaluinya. Darah ini sampai ke ginjal melalui arteri renal kanan dan kiri dan keluar melalui urat-urat renal kiri dan kanan. Potongan melintang melalui ginjal tampak bagian-bagiannya yang tiga daerah berbeda. Bagian luar disebut korteks. Di bawahnya ialah medula. Di dalamnya ada ruang kosong, yaitu pelvis. Korteks dan medula ginjal itu terdiri atas kira-kira satu juta nefron. Nefron ialah  satuan struktural dan fungsional ginjalnya (Kimball, 1983: h. 571).
Urine diproduksi secara terus-menerus oleh ginjal dan dialirkan melalui ureter oleh kontraksi perisfaltik. Urine tersebut terkumpul dalam kandung kemih, karena sebuah otot polos sfingter pada ujung kantung dan otot lurik sfingter yang terletak lebih distal ada dalam keadaan tertutup. Urine dicegah mengalir kembali ke ureter oleh lipatan-lipatan bak-katup dari mukosa kantung. Jika kandung penuh, maka reseptor peregang dirangsang dan timbullah refeleks yang menyebabkan kontraksi otot polos yang terdapat dalam dinding kantung dan relaksasi otot polos sfingter.adalah menurut kehendak manusia (Villee, 1984: h. 217).
Sistem kemih (urinarysystem) terdiri dari sepasang ginjal dan uretra, serta kandung kemih dan uretra. Ginjal berperan utama memelihara keseimbangan cairan serta elektrolit dan mengatur tekanan darah. Hasil metabolisme (metabolit) dibuang dari tubuh melalui ginjal dalam bentuk kemih (urine), dialirkan melalui ureter, dan ditampung sementara dalam kandung kemih (vesica urinaria), untuk selanjutnya dibuang keluar melalui uretra (Hartono, 1992: h. 411).
Menurut (Hartono, 1992: h. 436-437) aliran – aliran kemih terdiri atas sebagai berikut:
  1. Pelvis Renalis merupakan ujung peroksimal yang lebar dari ureter yang menghadap apeks papilla  renalis, pelvis renalis dibalut oleh epitel peralihan yang khas yang menopong pada propria submukosa yang terdiri dari jaringan ikat longgar.
  2. Tunika muskularis biasanya terdiri dari tiga yaitu lapis dalam, lapis luar, yang tersusun melingkar. Tunika adventisia tipis terdiri dari jaringan ikat longgar yang mengandung pembuluh darah dan sel–sel lemak.
  3. Ureter, ureter meninggalkan ginjal di daerah hilus dan memasuki kandung kemih, kemudian menembus tunika muskularis dengan posisi miring. Saat ureter menembus kantung kemih terdapat semacam katup yang akan menutup kantung kemih. Katup merupakan mekanisme penyelamat untuk meghindari aliran kembali kemih.
  4. Kandung kemih adalah penampung kemih. Secara histologik kandung kemih ureter yang meluas, sebab lapis yang terdapat pada ureter dan terdapat pula pada kandung kemih.


BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A.     Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat dilaksanakannya praktikum ini pada hari/tanggal senin, 21 Juni 2012. Pukul 09:00 – 12:00 WITA. Tempat Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi Lantai II Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Samata-Gowa.

B. Alat dan Bahan
1.    Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah bunsen, kaca preparat, mikroskop, penjepit tabung, pipet tetes, sentrifugi, tabung disentrifugi, tabung reaksi, dan vortex mixer.
2.    Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah larutan benedict, kertas pH, korek api, dan urin.

C. Prosedur
            Adapun prosedur kerja pada praktikum ini adalah :
1.    Pengamatan uji fisik
  • Mengisi urine pada tabung reaksi secukupnya.
  • Mengambil kertas lakmus untuk mengukur pH-nya.
  • Mengamati warna yang tertera pada kertas lakmus.
  • Mencium bau urine tersebut untuk mengamati bau yang ditimbulkan.
  • Mencatat hasil pengamatan yang diperoleh.
2.    Pengamatan  uji kimia
  • Memasukkan larutan benedict pada tabung reaksi yang berisi urine sebanyak 3 tetes, lalu menghomogenkan hingga rata.
  • Mencatat perubahan warna yang terjadi.
  • Memanaskan larutan tersebut hingga terjadi perubahan warna yang ditimbulkan.
  • Mencatat hasil perubahan warna yang terjadi.
3. Pengamatan mikroskopik
  • Memasukkan 10 mL urin ke dalam tabung disentrifugi.
  • Membuat sedimentasi pada urin dengan cara memasukkan tabung disentrifugi kedalam sentrifugi.
  • Mengaktifkan sentrifugi selama 5 menit dengan kecepatan 4000 rpm.
  • Setelah itu mengamati sedimentasi yang terdapat pada urin dengan mikroskop.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.  Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan dari praktikum ini adalah :
1.    Tabel Pengamatan uji fisik
a.    Urin pagi
No
Nama
Bau
Warna
Keterangan
1
Ayu Lestari
Amoniak
Bening
Normal
2
Hartati
Amoniak
Bening
Normal
3
Ika Wardani
Amoniak
Bening
Normal
4
Muh. Alamsyah
Amoniak
Kuning keruh
Normal

b.    Urin sewaktu

No
Nama
Bau
Warna
Keterangan
1
Ayu Lestari
Amoniak
Kuning
Normal
2
Hartati
Amoniak
Kuning
Normal
3
Ika Wardani
Amoniak
Kuning
Normal
4
Muh. Alamsyah
Amoniak
Kuning
Normal

2.    Tabel Pengamatan uji kimia
a.    Urin pagi
No
Nama
pH
Uji Benedict
Ket
Sebelum dipanaskan
Setelah dipanaskan
1
Ayu Lestari
7
Hijau
Hijau kekuningan, keruh
+1
2
Hartati
6
Hijau
Hijau kekuningan, keruh
+1
3
Ika Wardani
6
Hijau
Hijau kekuningan, keruh
+1
4
Muh. Alamsyah
6
kuning
Kuning keruh
+2

b.    Urin sewaktu
No
Nama
pH
Uji Benedict
Ket
Sebelum dipanaskan
Setelah dipanaskan
1
Ayu Lestari
8
Kuning keruh
Kuning keruh
+2
2
Hartati
8
Kuning keruh
Kuning keruh
+2
3
Ika Wardani
8
Kuning keruh
Kuning keruh
+2
4
Muh. Alamsyah
7
Hijau kekuningan
Kuning keruh
+2

Keterangan :
            (-)        : Biru, biru kehijauan
            (+1)     : Hijau kekuningan dan keruh (0,5 – 1% glukosa)
            (+2)     : Kuning keruh (1 – 1,5% glukosa)
            (+3)     : Jingga/lumpur keruh (2 - 3,5% glukosa)
            (+4)     : Merah bata (>3,5% glukosa)

B.  Pembahasan
Hasil ekskresi dari organ ginjal adalah urin. Urin merupakan zat cair buangan yang terhimpun di dalam kandung kemih dan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui saluran kemih. Pada praktikum ini kami melakukan uji fisik dan uji kimia terhadap urin seluruh praktikan dalam satu kelompok, dimana urin yang digunakan ada dua yaitu,  urin pagi (pengumpulan sampel urin pada pagi hari setelah bangun tidur, dilakukan sebelum makan atau menelan cairan apapun), dan urin sewaktu (urin yang dikeluarkan setiap saat dan tidak ditentukan secara khusus). Berikut ini penjelasan masing-masing urin praktikan yang diamati.
Pada pengamatan uji fisik urin pagi setiap praktikan dalam satu kelompok dengan aspek pengamatan berupa bau dan warna diperoleh hasil yaitu urin Alamsyah, Ayu lestari, Hartati, dan Ika wardani masing-masing berbau amoniak dengan warna urin yang berbeda pada urin Alamsyah yaitu kuning keruh, sedangkan ketiga orang lainnya berwarna bening. Dari pengamatan uji fisik urin pagi diatas, disimpulkan bahwa semua urin yang diamati normal. Hal ini sesuai dengan teori bahwa urin normal berwarna kuning-bening sampai kuning tua. Zat warna pada urin dihasilkan oleh urochrom dan urobilin yang disekresikan oleh kantung empedu. Bau urin yang normal, tidak keras, tidak telalu menyengat, dan memiliki bau seperti amoniak (NH3), bau urin ini disebabkan oleh kandungan NH3 yang tinggi dalam urin.
Pada pengamatan uji fisik urin sewaktu dengan aspek pengamatan berupa bau dan warna diperoleh hasil yaitu urin Alamsyah, Ayu lestari, Hartati, dan Ika wardani masing-masing berbau amoniak dan berwarna kuning.  Dari pengamatan uji fisik urin sewaktu diatas, disimpulkan bahwa semua urin yang diamati normal. Hal ini sesuai dengan teori bahwa urin normal berwarna kuning-bening sampai kuning tua. Zat warna pada urin dihasilkan oleh urochrom dan urobilin yang disekresikan oleh kantung empedu. Bau urin yang normal, tidak keras, tidak telalu menyengat, dan memiliki bau seperti amoniak (NH3), bau urin ini disebabkan oleh kandungan NH3 yang tinggi dalam urin.
Pada pengamatan uji kimia (uji benedict) urin pagi setiap praktikan dalam satu kelompok menggunakan larutan benedict dengan aspek pengamatan berupa pengukuran pH dan perubahan warna sebelum dan sesudah dipanaskan diperoleh hasil yaitu pH urin Alamsyah pH = 7, sedangkan urin Ayu lestari, Hartati, dan Ika wardani memiliki pH yang sama yaitu pH = 6. Sebelum dipanaskan urin Alamsyah berwarna kuning, sedangkan urin Ayu lestari, Hartati, dan Ika wardani berwarna hijau. Kemudian setelah dipanaskan terdapat perubahan warna yaitu urin Alamsyah berwarna kuning keruh, sedangkan urin Ayu lestari, Hartati, dan Ika wardani berwarna hijau kekuningan dan keruh. Dari pengamatan uji kimia urin pagi diatas, disimpulkan bahwa pH semua urin yang diamati normal, hal ini sesuai dengan teori bahwa urin normal memiliki pH antara 4,8 sampai 7,5. 
Pada pengamatan uji kimia urin sewaktu menggunakan larutan benedict dengan aspek pengamatan berupa pengukuran pH dan perubahan warna sebelum dan sesudah dipanaskan diperoleh hasil yaitu pH urin Alamsyah pH = 7, sedangkan urin Ayu lestari, Hartati, dan Ika wardani memiliki pH yang sama yaitu pH = 8. Sebelum dipanaskan urin Alamsyah berwarna hijau kekuningan, sedangkan urin Ayu lestari, Hartati, dan Ika wardani berwarna kuning keruh. Kemudian setelah dipanaskan terdapat perubahan warna yaitu urin Alamsyah berwarna kuning keruh, sedangkan urin Ayu lestari, Hartati, dan Ika wardani tidak mengalami perubahan warna. Dari pengamatan uji kimia urin pagi diatas, disimpulkan bahwa pH urin Alamsyah berada pada keadaan normal sedangkan pH urin Ayu lestari, Hartati, dan Ika wardani berada pada pH urin basa.
Uji benedict pada urin pagi dan urin sewaktu bertujuan untuk mengamati ada tidaknya kandungan glukosa pada urin yang telah ditetesi larutan benedict baik sebelum dan sesudah dipanaskan. Dari hasil pengamatan setiap sampel urin didapatkan hasil bahwa hampir semua urin yang diamati mengandung glukosa dengan presentase antara 0.5% sampai 1,5% dari total urin yang diuji, namun kandungan glukosa dengan presentase seperti diatas masih dalam batasan yang normal, artinya belum mengindikasikan adanya kelainan yang parah pada organ-organ yang berperan dalam proses pembentukan urin. Pada kasus yang lebih besar, kandungan glukosa yang tinggi mengindiksikan adanya penyakit seperti diabetes melitus, dan kerusakan pada glomerulus ginjal yang berperan dalam filtrasi darah yang menghasilkan urin.
Pada pengamatan uji mikroskopis urin sewaktu, setelah  membuat sedimentasi urin pada sentrifugi selama 5 menit dengan kecepatan putaran 4000 rpm, ketika diamati dengan mikroskop terdapat lekosit, eritrosit,  sel epitelium, dan kristal. Lekosit berbentuk bulat, berinti, granuler, berukuran kira-kira 1,5 – 2 kali eritrosit. Lekosit dalam urin umumnya adalah neutrofil yang berasal dari bagian manapun dari saluran kemih. Eritrosit adalah sel yang dalam air seni dapat berasal dari bagian manapun dari saluran kemih. Sel epitel tubulus ginjal berbentuk bulat atau oval, lebih besar dari lekosit, mengandung inti bulat atau oval besar, bergranula dan biasanya terbawa ke urin dalam jumlah kecil serta kristal yang bervariasi dalam ukuran dari cukup besar sampai yang sangat kecil.
Secara teoritis, Pada urin normal seharusnya tidak dapat ditemukan adanya eritrosit, namun dalam urine normal dapat ditemukan 0 – 3 sel per LPK (Lapang Pandang Kuat). Peningkatan jumlah eritrosit atau Hematuria dalam urin disebabkan karena terjadi kerusakan glomerular, tumor yang mengikis saluran kemih, trauma ginjal, batu saluran kemih, infeksi, inflamasi, infark ginjal, nekrosis tubular akut, infeksi saluran kemih atas dan bawah, dan nefrotoksin. Jumlah Lekosit hingga 4 atau 5 per LPK juga termasuk kategori urine normal. Peningkatan jumlah lekosit dalam urine (leukosituria atau piuria) umumnya menunjukkan adanya infeksi saluran kemih baik bagian atas atau bawah, sistitis, pielonefritis, atau glomerulonefritis akut. Jumlah sel epitel < 13 per LPK urine masih dinyatakan dalam keadaan normal. Penemuan fragmen sel epitel  > 13 per LPK dapat menunjukkan adanya penyakit ginjal yang aktif atau luka pada tubulus seperti pada nefritis, nekrosis tubuler akut, infeksi virus pada ginjal, penolakan transplnatasi ginjal, keracunan salisilat. Jumlah kristal 1 – 5 sel pada urin juga menyatakan urin tersebut masih normal. Apabila jumlah kristal > 5 per LPL (Lapang Pandang Lemah) maka terjadi infeksi dan memungkinkan timbulnya penyakit kencing batu, yaitu terbentuknya batu ginjal-saluran kemih (lithiasis) di sepanjang ginjal–saluran kemih.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.  Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini bahwa  urin normal  terdiri dari air, urea dan natrium klorida, serta tidakmengandung glukosa maupun protein. Dari hasil percobaan yang dilakukan, ditemukanadanya glukosa dalam urin dalam jumlah yang sangat sedikit, sehingga dapat kita katakan sampel urin yangdipakai dalam percobaan kali ini adalah urin yang normal dan sehat.

B.  Saran
Adapun saran dalam praktikum ini adalah agar setiap praktikan mengamati secara seksama  penelitian yang dilakukan sehingga dihasilkan pengamatan yang benar dan akurat.


DAFTAR PUSTAKA

Alvyanto. Sistem Ekskresi Manusia. Blog Alvyanto.http://alvyanto.blogspot.com(20 Juni 2012).
Hartono, Histologi Veteriner.Jakarta: UI Press, 1992.
Iwak. Sistem Ekskresi Manusia.Blog Iwak. http://iwak-pithik.blogspot.com(20 Juni 2012).
Kimball, John W. Siti Soetarmi Tjitrosomo, dan Nawangsari Sugiri. Biologi  Jilid 2 Jakarta: Erlangga, 1983.
Villee,Claude A. Warren F. Walker, Jr. dan Robert D. Barnes, Zoologi Umum Jakarta: Erlangga, 1984.

Related Posts

Subscribe Our Newsletter