FISIOLOGI HEWAN
HOMEOSTATIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan
kondisi lingkungan internal dapat timbul karena dua hal, yaitu adanya perubahan
aktivitas sel tubuh dan perubahan lingkungan eksternal yang berlangsung
terus-menerus. Untuk menyelenggarakan seluruh aktivitas sel dalam tubuhnya,
hewan selalu memerlukan pasokan berbagai bahan dari lingkungan luar secara
konstan, misalnya oksigen, nutrien, dan garam. Sementara itu, aktivitas sel
juga menghasilkan bermacam-macam hasil sekresi sel yang bermanfaat dan berbagai zat sisa, yang
dialirkan ke lingkungan internal (yaitu cairan ekstraseluler atau CES). Apabila
aktivitas sel berubah, pengambilan zat dari lingkungan eksternal juga berubah.
Perubahan aktivitas sel semacam itu akan mengubah keadaan lingkungan internal.
Perubahan lingkungan internal yang ditimbulkan oleh sebab mana pun. Mekanisme
pengendalian kondisi homeostatis pada hewan
berlangsung melalui sistem umpan balik, yaitu umpan balik positif dan
negatif. Sistem umpan balik yang berfungsi dalam pengendalian kondisi
homeostatis pada tubuh hewan adalah sistem umpan balik negatif (Isnaeni, 2006:
h. 33-34).
Berdasarkan
uraian singkat diatas maka dipandang perlu mengkaji lebih dalam dengan
melakukan percobaan homeostasis.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari
praktikum ini adalah untuk mengetahui mekanisme atau proses terjadinya
homeostasis pada telur.
C.
Manfaat
Adapun tujuan
dilakukannya praktikum ini adalah agar praktikan dapat memahami mekanisme atau proses terjadinya homeostasis pada telur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sel-sel tubuh hewan
multiseluler hanya dapat hidup dan berfungsi dengan baik bila mereka dibasahi dengan cairan ekstraseluler
yang sesuai untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Ini berarti bahwa komposisi
kimiawi dan keadaan fisik dari lingkungan internal harus konstan, dan hanya
boleh menyimpang dalam batas-batas sempit saja. Jadi apabila sel-sel mengambil
zat-zat makanan dan oksigen dari lingkungan internalnya, maka zat-zat esensial
tersebut harus secara konstan ditambahkan agar kelangsungan hidup sel-sel
terjamin. Demikian pul zat-zat sampah harus secara kontinyu dipindah dari
lingkungan internal, sehingga tidak sampai mencapai tingkat yang bersifat racun. Zat-zat lain di dalam lingkungan internal yang penting untuk
pemeliharaan kehidupan juga harus dipertahankan relatif konstan (Mahfud, 2012).
Homeostasis adalah keadaan yang relatif konstan di dalam
lingkungan internal tubuh, dipertahankan secara alami oleh mekanisme adaptasi
fisiologis.Adaptasi fisiologis terhadap stress adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan keadaan relatif seimbang. Kemampuan adaptif ini adalah bentuk
dinamik dari ekuiliblrium lingkungan internal tubuh. Lingkungan internal secara
konstan berubah, dan mekanisme adaptif tubuh secara kontinyu berfungsi untuk menyesuaikan
diri terhadap perubahan ini dan untuk mempertahankan ekuilibrium atau
homeostasis (Wijaya, 2012).
Homeostasis dipertahankan oleh mekanisme fisiologis yang
mengontrol fungsi tubuh dan memantau organ tubuh. Sebagian besar mekanisme ini dikontrol
oleh sistem saraf dan endokrin dan tidak mencakup perilaku sadar. Tubuh membuat
penyesuaian dalam frekuensi jantung, frekuensi pernapasan, tekanan darah, suhu
tubuh, dan kesadaran yang semuanya ditujukan untuk mempertahankan
adaptasi (Wijaya, 2012).
Dalam tubuh mahluk
hidup, lingkungan
mikro sel ditentukan oleh membran sel. Karakteristik permeabilitasnya
mengontrol ion-ion yang masuk, zat-zat yang dikeluarkan, dan kondisi-kondisi
interior yang dihasilkan sifat selektif membran pada lingkungan tertentu. Sel-sel
yang berhasil beradaptasi dengan habitat tertentu menunjukkan kemampuan untuk
mengontrol fluktuasi dalam kompartmen interior, untuk memastikan kekonstanan
dalam derajat tertentu (Fried, 2006: h. 174).
Permeabilitas suatu membrane tergantung dari beberapa faktor; pertama ukuran sel, molekul yang berukuran besar tidak dapat menembus membrane
plasma. Molekul air dan asam amino yang berukuran kecil dapat dengan mudah
dapat menembus membrane plasma, tetapi kebanyakan protein yang merupakan
gabungan dari banyak asam amino yang tergolong besar tidak dapat menembus
membran plasma. Kedua, kelarutan dalam lemak. Substansi yang larut dalam lemak dapat menembus membrane
plasma dengan lebih mudah dibandingkan dengan substansi lain. Substansi yang
dapat larut yaitu O2, CO2, dan hormon steroid. Ketiga, muatan
ion. Zat yang mempunyai muatan ion yang berlawanan dengan muatan
membran plasma akan ditarik kearah membrane plasma sehingga lebih mudah
menembus membran. Tetapi bila ion mempunyai muatan yang sama dengan membran plasma
maka akan ditolak, sehingga merupakan menembus membran sangat terbatas. Keempat, adatidaknya
molekul pengangkut. Beberapa produk yang disebut “carrier” mampu untuk mengikat
dan mengangkut substansi melintasi membran plasma (Wulangi, 1999: h. 10).
Setiap sistem kontrol homeostasis
memiliki tiga komponen fungsional :
sebuah reseptor, sebuah pusat kontrol, dan sebuah efektor. Reseptor
mendeteksi perubahan beberapa variabel lingkungan internal hewan, seperti perubahan
suhu tubuh. Pusat kontrol memproses informasi yang diterima dari reseptor dan
mengarahkan suatu respon yang tepat melalui efektor. Jenis pertukaran kontrol
ini disebut umpan-balik negative (negativefeed-back), karena perubahan pada variabel
yang sedang dipantau memicu mekanisme control untuk menghalangi perubahan
lanjut dalam arah yang sama (Campbell, 2004: h. 15).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A.
Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat dilaksanakannya praktikum ini pada
hari/tanggal kamis, 28 Juni 2012. Pukul 09:00
– 11:00 WITA. Tempat Laboratorium Biologi Dasar Jurusan Biologi Lantai
IFakultas Sains dan TeknologiUniversitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Samata-Gowa.
B. Alat
dan Bahan
1. Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah
gunting, pipet bening, dan gelas aqua.
2.
Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah lilin, telur ayam kampung, telur ayam ras, dan telur bebek.
C. Prosedur
Kerja
Adapun
prosedur kerja pada pengamatan ini adalah sebagai berikut:
- Menyediakan telur ayam kampung, telur ayam ras, dan telur bebek.
- Memecahkan sedikit cangkang telur, pada kedua ujungnya tanpa merusak membran telur.
- Memasukkan pipet dari salah satu ujung telur.
- Mengolesi lilin di sekitar ujung telur yang dilubangai pipet untuk menghindari keluarnya isi telur.
- Menyimpan telur tersebut ke dalam aquades, larutan NaCl 0,5%, NaCl 1%, dan NaCl 2%, dan mengamati pergerakan larutan dalam pipet setiap 5 menit selama 12 kali pengamatan.
- Mencatat hasil pengamatan pada lembar kerja.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pengamatan
Adapun hasil
pengamatan dari prakrikum ini adalah :
1. Telur
bebek
No
|
Larutan
|
Tinggi
cairan di dalam sedotan setiap 5 menit
|
|||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
||
1.
|
Aquadest
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2.
|
NaCl
0,5%
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
3.
|
NaCl
1%
|
0
|
0
|
0,5
|
0,7
|
1
|
1,5
|
2,2
|
2,5
|
2,9
|
3,3
|
3,7
|
4,9
|
4.
|
NaCl
2%
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2. Telur
ras
No
|
Larutan
|
Tinggi
cairan di dalam sedotan setiap 5 menit
|
|||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
||
1.
|
Aquadest
|
1
|
1
|
1
|
1,3
|
1,5
|
1,5
|
1,9
|
2,3
|
2,5
|
2,6
|
2,6
|
2,9
|
2.
|
NaCl
0,5%
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
3.
|
NaCl
1%
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0,3
|
0,5
|
0,5
|
0,5
|
0,5
|
4.
|
NaCl
2%
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0,1
|
0,1
|
0,1
|
0,1
|
0,1
|
3. Telur
ayam kampung
No
|
Larutan
|
Tinggi
cairan di dalam sedotan setiap 5 menit
|
||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
|||
1.
|
Aquadest
|
0,1
|
0,1
|
0,3
|
0,5
|
0,5
|
0,5
|
0,3
|
0,3
|
0,3
|
0,3
|
0,3
|
0,3
|
|
2.
|
NaCl
0,5%
|
0,2
|
0,6
|
0,7
|
1,2
|
1,5
|
1,5
|
1,6
|
1,8
|
1,8
|
1,9
|
2
|
2,2
|
|
3.
|
NaCl
1%
|
0,7
|
1,8
|
2,2
|
2,6
|
2,9
|
3,5
|
4
|
4,2
|
5
|
5,5
|
6
|
6,2
|
|
4.
|
NaCl
2%
|
0,1
|
0,1
|
0,1
|
0,1
|
0,2
|
0,3
|
0,5
|
0,7
|
0,9
|
1
|
1,1
|
1,2
|
|
B. Pembahasan
Homeostatis berasal
dari kata homeo yang berarti sama dan
statio yang berarti tetap atau
mantap. Sehingga homeostatis dapat dinyatakan sebagai usaha tubuh
mempertahankan lingkungan dalam keadaan tetap atau konstan (steady state). Keadaan lingkungan yang
dimaksud adalah terciptanya atau terpeliharanya lingkungan internal (cairan
ekstraseluler) tubuh seoptimal mungkin dari kemungkinan pengaruh lingkungan
baik lingkungan dalam maupun lingkungan luar tubuh.
Pada pengamatan
menggunakan beberapa jenis telur yakni telur bebek, telur ayam ras, dan telur
ayam kampung. Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui proses homeostatis pada
telur terhadap beberapa konsentrasi larutan yakni aquadest, NaCl 0,5%, NaCl 1%,
dan NaCl 2%. Penggunaan beberapa larutan bertujuan untuk menentukan apakah
cairan dalam telur bersifat isotonis, hipotonis, atau hipertonis.
Adapun hasil pengamatan yang
diperoleh dari percobaan ini adalah :
1. Telur
Bebek
Pada pengamatan
menggunakan aquades, dimana dilakukan pengukuran tinggi cairan dalam
sedotan setiap 5 menit selama 12 kali pengamatan.
Didapatkan hasil bahwa tidak terjadi perubahan apapun pada telur karena tidak
ada kenaikan cairan dalam sedotan tersebut.
Hanya saja tidak bisa ditentukan apakah telur tersebut dalam keadaan
isotonis atau hipertonis karena tidak ada ciri-ciri yang dapat dilihat dari
telur tersebut untuk menentukan kedua sifat tersebut. Hal yang sama juga
terjadi pada telur yang dimasukkan dalam larutan NaCl 0,5% dan Larutan NaCl 2%.
Pada pengamatan NaCl
1% terjadi perubahan yang signifikan dimana setelah pengamatan 5 menit ketiga
sampai 5 menit kedua belas mulai terjadi perubahan tinggi cairan dalam pipet
transparan. Pada 5 menit ketiga cairan naik setinggi 0,5 cm, 5 menit keempat
menjadi 0,7 cm, 5 menit kelima menjadi 1 cm, 5 menit keenam menjadi 1,5 cm, 5
menit ketujuh menjadi 2,2 cm, 5 menit kedelapan menjadi 2,5 cm, 5 menit
kesembilan menjadi 2,9 cm, 5 menit kesepuluh menjadi 3,3 cm, 5 menit kesebelas
menjadi 3,7 cm, dan 5 menit terakhir menjadi 4,9 cm. Dari perubahan tinggi
cairan dalam pipet dapat dipahami bahwa larutan NaCl 1% bersifat hipotonis dan
telur bersifat hipertonik, keadaan ini menyebabkan air dalam larutan NaCl 1%
bergerak masuk kedalam telur menyebabkan terjadi pembengkakan pada telur
sehingga terjadi perubahan tinggi cairan dalam pipet transparan. Perubahan
tinggi cairan dalam pipet terus bergerak sampai terjadi keseimbangan
(homeostatis) antara larutan NaCl 1% dan cairan dalam telur (bersifat
isotonis).
2. Telur
Ayam Ras
Pada pengamatan
menggunakan aquades, dimana dilakukan pengukuran tinggi cairan dalam
sedotan setiap 5 menit selama 12 kali
pengamatan. Didapatkan hasil 5 menit pertama, kedua dan ketiga, tinggi cairan
dalam pipet 1 cm. Pada waktu 5 menit keempat tinggi cairan dalam pipet
transparan adalah 1,3 cm, 5 menit kelima menjadi 1,5 cm, 5 menit keenam menjadi
1,5 cm, 5 menit ketujuh menjadi 1,9 cm, 5 menit kedelapan menjadi 2,3 cm, 5
menit kesembilan menjadi 2,5 cm, 5 menit kesepuluh menjadi 2,6 cm, 5 menit
kesebelas menjadi 2,6 cm, dan 5 menit terakhir menjadi 2,9 cm. Dari perubahan
tinggi cairan dalam pipet dapat dipahami bahwa aguadest bersifat hipotonis dan
telur bersifat hipertonik, keadaan ini menyebabkan air aquadest bergerak masuk
kedalam telur menyebabkan terjadi pembengkakan pada telur sehingga terjadi
perubahan tinggi cairan dalam pipet transparan. Perubahan tinggi cairan dalam
pipet terus bergerak sampai terjadi keseimbangan antara aquades dan cairan
dalam telur atau dengan kata lain terjadi peristiwa isotonis.
Pada
pengamatan menggunakan NaCl 0,5%, dimana dilakukan pengukuran tinggi cairan
dalam sedotan setiap 5 menit selama 12
kali pengamatan. Didapatkan hasil bahwa tidak terjadi perubahan apapun pada
telur karena tidak terdapat adanya cairan dalam sedotan tersebut. Hanya saja
tidak bisa ditentukan apakah telur tersebut dalam keadaan isotonis atau
hipertonis karena tidak ada ciri-ciri yang dapat dilihat dari telur tersebut
untuk menetukan kedua sifat tersebut.
Pada
pengamatan menggunakan larutan NaCl 1% dan NaCl 2%, dimana dilakukan pengukuran
tinggi cairan dalam sedotan setiap 5 menit selama 12 kali pengamatan.
Didapatkan hasil 5 menit pertama sampai 5 menit ketujuh tidak terjadi perubahan
dalam kedua larutan tersebut. Baru setelah 5 menit kedelapan terjadi perubahan
tinggi pada larutan NaCl 1% sebesar 0,3 cm dan setelah 5 menit kesembilan
sampai 5 menit kedua belas tinggi cairan dalam pipet kembali konstan dikisaran
0,5 cm. Dari pengamatan ini dapat dipahami bahwa setelah terdapat peningkatan
cairan dalam pipet transparan sebelum konstan dikisaran 0,5 cm terjadi proses
homeostatis dimana larutan NaCl 1% dan cairan telur berada pada titik isotonis
atau mencapai titik keseimbangan sehingga tidak terjadi lagi perubahan tinggi
cairan dalam pipet transparan. Hal yang sama juga terjadi pada NaCl 2%.
3. Telur
Ayam Kampung
Pada
pengamatan menggunakan aquadest, dimana dilakukan pengukuran tinggi cairan
dalam sedotan setiap 5 menit selama 12 kali pengamatan. Didapatkan hasil 5
menit pertama tinggi cairan dalam pipet 0,1 cm, 5 menit ketiga menjadi 0,3 cm,
5 menit keempat sampai 5 menit keenam tinggi cairan dalam pipet adalah 0,5 cm.
Pada waktu 5 menit ketujuh sampai 5 menit kedua belas tinggi cairan kembali
turun pada angka 0,3 cm. Dari pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa perubahan
cairan dalam pipet bersifat
fluktuatif (naik-turun).
Pada pengamatan menggunakan
larutan NaCl 0,5%, NaCl 1%, dan NaCl 2% , dimana dilakukan pengukuran tinggi
cairan dalam sedotan setiap 5 menit
selama 12 kali pengamatan. Didapatkan hasil bahwa terjadi perubahan tinggi
cairan dalam pipet transparan. NaCl 0,5% terjadi peningakatan mulai dari 5
menit pertama tinggi cairan pada pipet transparan adalah 0,2 cm, 5 menit kedua
menjadi 0,6 cm, 5 menit ketiga menjadi 0,7 cm, 5 menit keempat menjadi 1,2 cm,
5 menit kelima menjadi 1,5 cm, 5 menit keenam menjadi 1,5 cm, 5 menit ketujuh
menjadi 1,6 cm, 5 menit kedelapan dan sembilan menjadi 1,8 cm, 5 menit
kesepuluh menjadi 1,9 cm, 5 menit kesebelas menjadi 2 cm, dan 5 menit yang
terakhir menjadi 2,2 cm. NaCl 1% terjadi perubahan mulai dari 5 menit pertama
tinggi cairan dalam pipet transparan adalah 0,7 cm, 5 menit kedua menjadi 1,8
cm, 5 menit ketiga menjadi 2,2 cm, 5 menit keempat menjadi 2,6 cm, 5 menit
kelima menjadi 2,9 cm, 5 menit keenam menjadi 3,5 cm, 5 menit ketujuh menjadi 4
cm, 5 menit kedelapan menjadi 4,2 cm, 5 menit kesembilan menjadi 5 cm, 5 menit
kesepuluh menjadi 5,5 cm, 5 menit kesebelas menjadi 6 cm, dan 5 menit terakhir
menjadi 6,2 cm. NaCl 2% pada 5 menit
pertama hingga keempat tinggi cairan
dalam pipet transparan adalah 0,1 cm. Mulai terjadi perubahan pada 5 menit
kelima menjadi 0,2 cm, 5 menit keenam menjadi 0,3 cm, 5 menit ketujuh menjadi
0,5 cm, 5 menit kedelapan 0,7 cm, 5 menit kesembilan 0,9 cm, 5 menit kesepuluh
menjadi 1 cm, 5 menit kesebelas menjadi 1,1 cm, dan 5 menit yang terakhir
menjadi 1,2 cm. Dari perubahann tinggi cairan dalam pipet dapat dipahami bahwa
larutan NaCl 0,5%, NaCl 1%, dan NaCl 2% bersifat hipotonis dan telur bersifat
hipertonik, keadaan ini menyebabkan air dalam larutan NaCl 0,5%, NaCl 1%, dan
NaCl 2% bergerak masuk kedalam telur menyebabkan terjadi pembengkakan pada
telur sehingga terjadi perubahan tinggi cairan dalam pipet transparan.
Perubahan tinggi cairan dalam pipet terus bergerak sampai terjadi keseimbangan
antara larutan NaCl 1% dan cairan dalam telur atau dengan kata lain terjadi
isotonis (seimbang).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada
praktikum ini adalah larutan
NaCL dengan konsentrasi yang lebih tinggi yakni 0,5%, 1% dan 2% memiliki
kemampuan berdifusi lebih tinggi dibandingkan dengan aquadest. Akan tetapi,
bila dilihat dari keseluruhan, maka tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan
antara NaCl konsentrasi 0,5%, 1%, dan 2% dalam hal kemampuan berdifusi dengan
kenaikan cairan telur. Karena semuanya menunjukkan gejala yang sama
B. Saran
Adapun saran untuk
praktikum ini adalah sebaiknya praktikan mengamati dengan baik kenaikan
kenaikan cairan telur pada pipet bening agar diperoleh hasil pengamatan yang
akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A., Jane B. Reece, dan Lawrence G.
Mitchell, Biologi Edisi ke 5 Jilid3.
Jakarta: Erlangga, 2004.
Fried, George H. dan George J. Hademenos. Biologi Edisi ke 2. Jakarta: Erlangga,
2006.
Isnaeni, Wiwi. Fisiologi
Hewan. Yogyakarta: Kanisius. 2006.
Mahfud. Regulasi dan Homeostasis dalam tubuh. Blog Mahfud.http://mahfud.
blogspot.com. (27 juni 2012)
Wulangi, Kartolo, Prinsip-Prinsip
Fisiologi Hewan (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999.